Resensi film tenggelamnya kapal van der wijck
Judul Film : Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck
Sutradara : Sunil Soraya
Tanggal Dirilis : 19 Desember 2013
Genre : Roman
Pemeran Utama :
1. Pevita Pearce sebagai "Rangkayo" Hayati 2. Herjunot Ali sebagai Zainuddin
3. Reza Rahadian sebagai Aziz
Pemeran Pendukung :
1. Randy Danistha sebagai Muluk
2. Arzetti Bilbina sebagai Ibu Muluk
3. Kevin Andrean sebagai Sophian
4. Jajang C. Noer sebagai Mande Jamilah
5. Niniek L. Karim sebagai Mak Base
6. Musra Dahrizal Katik sebagai Datuk Hayati
7 . Gesya Shandy sebagai Khadijah
Penulis Asli : Haji Abdul Malik Karim Amrullah (Hamka) Durasi : 120 menit
Studio : Soraya Intercine Films
Sinopsis
Nusantara 1930, dari tanah kelahirannya Makasar, Zainuddin berlayar menuju tanah kelahiran ayahnya di Batipuh, Padang Panjang. Diantara keindahan ranah negeri Minangkabau ia bertemu Hayati, gadis cantik jelita, bunga di persukuannya. Kedua muda mudi itu jatuh cinta. Apa daya adat dan istiadat yang kuat meruntuhkan cinta suci mereka berdua. Zainuddin hanya seorang melarat tak berbangsa, sementara Hayati perempuan Minang keturunan bangsawan. Lamaran Zainuddin ditolak keluarga Hayati. Hayati dipaksa menikah dengan Aziz, laki-laki kaya berbangsa yang ingin menyuntingnya. Perkawinan harta dan kecantikan mematahkan cinta suci anak manusia. Zainuddin pun memutuskan untuk berjuang, pergi dari ranah minang dan merantau ke tanah Jawa demi bangkit melawan keterpurukan cintanya. Zainudin bekerja keras membuka lembaran baru hidupnya. Sampai akhirnya ia menjadi penulis terkenal dengan karya-karya mashyur dan diterima masyarakat seluruh Nusantara. Tetapi sebuah kenyataan kembali datang kepada diri seorang Zainuddin, di tengah gelimang harta dan kemashyurannya. Dalam sebuah pertunjukan opera, Zainuddin kembali bertemu Hayati, kali ini bersama Aziz, suaminya. Perkawinan harta dan kecantikan bertemu dengan cinta suci yang tak lekang waktu. Pada akhirnya kisah cinta Zainuddin dan Hayati menemui ujian terberatnya, dalam sebuah tragedi pelayaran kapal Van Der Wijck.
Kelebihan Film
Kelebihan film ini menyajikan kisah yang diadaptasi dari novel angkatan klasik yang dikemas dengan menarik dan tetap mempertahankan unsur-unsur ethnic yang terkandung, seperti dialog antartokoh yang menggunakan bahasa daerah. Terutama Zainuddin yang berlogat Bugis. Film ini juga menyajikan suasana khas tahun 30-an dengan menggunakan pemeran figuran asing dan didukung dengan properti seperti uang, kendaraan, dan ejaan ala tahun 30-an. Unsur komedi dan humor juga sedikit ditaburkan pada beberapa adegan sehingga penonton tidak bosan.
Kekurangan film
Penggunaan logat asli Bugis yang diperankan oleh Zainuddin memang mempertahankan ciri ethnic yang terkandung, hanya saja logat yang diucapkan terdengar kurang natural dan malah terkesan lucu. Bahkan di saat-saat sedih pun, penonton menjadi tertawa ketika mendengar logat Zainuddin. Selebihnya sudah baik dan hampir sempurna.
Kesimpulan Film
Film sejenis ini yang diadaptasi dari novel roman angkatan 20-an, 30-an, dan angkatan lainnya memang sebaiknya diproduksi. Apalagi dengan diadaptasinya roman-roman klasik menjadi film dapat menambah wawasan masyarakat Indonesia tentang sastra Indonesia berupa roman-roman klasik – yang terkesan membosankan untuk dibaca. Dengan dibuatnya menjadi film, justru akan lebih menarik minat masyarakat untuk mengetahui sastra Indonesia tanpa harus membaca buku roman-roman klasik yang terkadang terkendala akan bahasa dan ejaan yang tetap dipertahankan pada novel-novel klasik.
Penilaian Film
Tenggelamnya Kapal Van der wick adalah film-film yang bergenre roman dimana sejenis ini yang diadaptasi dari novel roman angkatan 20-an, 30-an, dan angkatan lainnya memang harusnya di produksi. Film ini mengisahkan tentang cinta yang tak sampai disebabkan oleh perbadaan adat istiadat dan tidak direstui oleh orang tua.
Penilaian film
Penilaian film dari cerita ini banyak pesan moral yang tercantum, diantaranya jangan membedakan tentang adat dan budaya pada masing-masing daerah.
Perbandingan Film
Film Tenggelamnya Kapal Van der Wijck ini tidak jauh beda dengan novelnya yang sudah saya baca. Perbandingannya hanya terletak di awal film yang mana jika di novel dijelaskan asal usul Zainuddin darimana ia sebenarnya berasal dan mengapa ia memutuskan untuk pergi ke Negeri Minang.
Sutradara : Sunil Soraya
Tanggal Dirilis : 19 Desember 2013
Genre : Roman
Pemeran Utama :
1. Pevita Pearce sebagai "Rangkayo" Hayati 2. Herjunot Ali sebagai Zainuddin
3. Reza Rahadian sebagai Aziz
Pemeran Pendukung :
1. Randy Danistha sebagai Muluk
2. Arzetti Bilbina sebagai Ibu Muluk
3. Kevin Andrean sebagai Sophian
4. Jajang C. Noer sebagai Mande Jamilah
5. Niniek L. Karim sebagai Mak Base
6. Musra Dahrizal Katik sebagai Datuk Hayati
7 . Gesya Shandy sebagai Khadijah
Penulis Asli : Haji Abdul Malik Karim Amrullah (Hamka) Durasi : 120 menit
Studio : Soraya Intercine Films
Sinopsis
Nusantara 1930, dari tanah kelahirannya Makasar, Zainuddin berlayar menuju tanah kelahiran ayahnya di Batipuh, Padang Panjang. Diantara keindahan ranah negeri Minangkabau ia bertemu Hayati, gadis cantik jelita, bunga di persukuannya. Kedua muda mudi itu jatuh cinta. Apa daya adat dan istiadat yang kuat meruntuhkan cinta suci mereka berdua. Zainuddin hanya seorang melarat tak berbangsa, sementara Hayati perempuan Minang keturunan bangsawan. Lamaran Zainuddin ditolak keluarga Hayati. Hayati dipaksa menikah dengan Aziz, laki-laki kaya berbangsa yang ingin menyuntingnya. Perkawinan harta dan kecantikan mematahkan cinta suci anak manusia. Zainuddin pun memutuskan untuk berjuang, pergi dari ranah minang dan merantau ke tanah Jawa demi bangkit melawan keterpurukan cintanya. Zainudin bekerja keras membuka lembaran baru hidupnya. Sampai akhirnya ia menjadi penulis terkenal dengan karya-karya mashyur dan diterima masyarakat seluruh Nusantara. Tetapi sebuah kenyataan kembali datang kepada diri seorang Zainuddin, di tengah gelimang harta dan kemashyurannya. Dalam sebuah pertunjukan opera, Zainuddin kembali bertemu Hayati, kali ini bersama Aziz, suaminya. Perkawinan harta dan kecantikan bertemu dengan cinta suci yang tak lekang waktu. Pada akhirnya kisah cinta Zainuddin dan Hayati menemui ujian terberatnya, dalam sebuah tragedi pelayaran kapal Van Der Wijck.
Kelebihan Film
Kelebihan film ini menyajikan kisah yang diadaptasi dari novel angkatan klasik yang dikemas dengan menarik dan tetap mempertahankan unsur-unsur ethnic yang terkandung, seperti dialog antartokoh yang menggunakan bahasa daerah. Terutama Zainuddin yang berlogat Bugis. Film ini juga menyajikan suasana khas tahun 30-an dengan menggunakan pemeran figuran asing dan didukung dengan properti seperti uang, kendaraan, dan ejaan ala tahun 30-an. Unsur komedi dan humor juga sedikit ditaburkan pada beberapa adegan sehingga penonton tidak bosan.
Kekurangan film
Penggunaan logat asli Bugis yang diperankan oleh Zainuddin memang mempertahankan ciri ethnic yang terkandung, hanya saja logat yang diucapkan terdengar kurang natural dan malah terkesan lucu. Bahkan di saat-saat sedih pun, penonton menjadi tertawa ketika mendengar logat Zainuddin. Selebihnya sudah baik dan hampir sempurna.
Kesimpulan Film
Film sejenis ini yang diadaptasi dari novel roman angkatan 20-an, 30-an, dan angkatan lainnya memang sebaiknya diproduksi. Apalagi dengan diadaptasinya roman-roman klasik menjadi film dapat menambah wawasan masyarakat Indonesia tentang sastra Indonesia berupa roman-roman klasik – yang terkesan membosankan untuk dibaca. Dengan dibuatnya menjadi film, justru akan lebih menarik minat masyarakat untuk mengetahui sastra Indonesia tanpa harus membaca buku roman-roman klasik yang terkadang terkendala akan bahasa dan ejaan yang tetap dipertahankan pada novel-novel klasik.
Penilaian Film
Tenggelamnya Kapal Van der wick adalah film-film yang bergenre roman dimana sejenis ini yang diadaptasi dari novel roman angkatan 20-an, 30-an, dan angkatan lainnya memang harusnya di produksi. Film ini mengisahkan tentang cinta yang tak sampai disebabkan oleh perbadaan adat istiadat dan tidak direstui oleh orang tua.
Penilaian film
Penilaian film dari cerita ini banyak pesan moral yang tercantum, diantaranya jangan membedakan tentang adat dan budaya pada masing-masing daerah.
Perbandingan Film
Film Tenggelamnya Kapal Van der Wijck ini tidak jauh beda dengan novelnya yang sudah saya baca. Perbandingannya hanya terletak di awal film yang mana jika di novel dijelaskan asal usul Zainuddin darimana ia sebenarnya berasal dan mengapa ia memutuskan untuk pergi ke Negeri Minang.
Terima kasih sudah mengerjakan tugas
BalasHapus